Penelitian terbaru yang dilakukan di Delaware mengungkapkan gambaran penting mengenai tingkat literasi kesehatan masyarakat dan dampaknya terhadap kondisi kesehatan yang mereka rasakan sendiri. Studi ini melibatkan 1.095 responden dari 60 organisasi keagamaan yang mayoritas melayani komunitas minoritas. Menggunakan instrumen HLS-EU-Q16, peneliti menilai kemampuan masyarakat dalam mengakses, memahami, menilai, dan menggunakan informasi kesehatan dalam kehidupan sehari-hari. Hasilnya menunjukkan bahwa lebih dari separuh responden memiliki literasi kesehatan yang tergolong inadequate atau problematic, yang berarti masih banyak warga yang mengalami kesulitan memahami informasi medis, instruksi dokter, serta pesan kesehatan dari media.
Data penelitian menunjukkan beragam tantangan yang dialami masyarakat. Dalam domain pelayanan kesehatan, sekitar 45% responden merasa kesulitan menentukan kapan mereka membutuhkan pendapat medis kedua, sementara 29% mengaku sulit menemukan informasi mengenai pengobatan dan tempat mendapatkan bantuan profesional. Dalam ranah pencegahan penyakit, hampir setengah responden kesulitan memahami cara menangani masalah kesehatan mental seperti stres atau depresi. Bahkan, 53% responden menyatakan sulit menilai apakah informasi kesehatan di media itu valid dan dapat dipercaya. Tantangan serupa juga terlihat pada domain promosi kesehatan, di mana banyak responden mengaku kesulitan memahami informasi tentang gaya hidup sehat dan menentukan perilaku sehari-hari yang berhubungan dengan kesehatan mereka.
Penelitian ini juga mengungkap adanya keterkaitan yang jelas antara literasi kesehatan dan kesehatan yang dinilai sendiri oleh masyarakat. Individu dengan literasi kesehatan rendah terbukti memiliki peluang lebih kecil untuk menilai kesehatan mereka sebagai baik, sangat baik, atau excellent. Sebaliknya, kelompok dengan literasi kesehatan yang cukup cenderung melaporkan kondisi kesehatan yang lebih positif. Temuan ini memperkuat pemahaman bahwa literasi kesehatan tidak hanya tentang membaca informasi medis, tetapi juga kemampuan mengambil keputusan yang tepat, menerapkan perilaku sehat, dan memahami risiko penyakit. Pendidikan menjadi salah satu faktor penentu penting, di mana responden dengan tingkat pendidikan lebih tinggi menunjukkan literasi kesehatan yang lebih baik dibanding mereka yang hanya lulusan sekolah menengah atau di bawahnya.
Kondisi ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi Delaware. Di tengah tingginya angka penyakit kronis seperti diabetes, hipertensi, dan kolesterol, rendahnya kemampuan masyarakat dalam memahami informasi kesehatan dapat memperburuk kualitas hidup dan meningkatkan risiko komplikasi. Bahkan, studi sebelumnya menunjukkan bahwa rendahnya literasi kesehatan berkontribusi pada penggunaan layanan kesehatan yang tidak efisien, kesalahan penggunaan obat, serta rendahnya kepatuhan terhadap pengobatan. Temuan ini konsisten dengan penelitian nasional yang menunjukkan bahwa literasi kesehatan rendah masih menjadi masalah umum di banyak negara bagian Amerika Serikat, terutama di komunitas minoritas dan kelompok berpenghasilan rendah.
Melihat realitas tersebut, penelitian ini menekankan pentingnya upaya kolaboratif untuk meningkatkan literasi kesehatan masyarakat. Keterlibatan organisasi keagamaan dalam penelitian ini menjadi langkah awal yang signifikan, mengingat lembaga keagamaan memiliki peran besar dalam kehidupan sosial dan menjadi tempat berkumpulnya komunitas. Peneliti berharap kerja sama semacam ini dapat diteruskan dalam bentuk program edukasi kesehatan, seminar, penyebaran informasi yang mudah dipahami, hingga pelatihan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola kesehatan mereka. Dengan pendekatan yang lebih merata dan mudah diakses, peningkatan literasi kesehatan dapat menjadi salah satu strategi efektif untuk mengurangi kesenjangan kesehatan, meningkatkan kualitas hidup, dan membantu masyarakat membuat keputusan kesehatan yang lebih baik.
Sumber : Tutu, R. A., Ameyaw, E. E., Kwagyan, J., & Ottie-Boakye, D. (2025). Health literacy levels and self-rated health in the state of Delaware: A cross-sectional study.
